Bisa berlangganan dengan RSS

Masukkan Email

Senin, 20 Maret 2017

Gejolak Cinta Wisanggeni 2

jujum


Malam ini begitu dingin, rasa itu menguliti tubuh Wisanggeni yang telah 3 hari berpuasa, sehingga bertambah dingin dan menggigil. Hawa panas dari dalam tubuhnya tak mampu melawan dinginya malam yang disertai angin, serasa terbaluti oleh es, menggigil.

Rabu, 15 Maret 2017

Gejolak Cinta Wisanggeni

jujum
 "Namaku Wisanggeni, lahirku dipercepat karena emosi dan rasa cemburu sang penjaga waktu. Namun semua itu memungkinkan diriku untuk mengetahui dan menguasai apapun yang saya inginkan. Bahkan Raja Dewapun bertekuk lutut padaku. Namun semua itu tidak membuatku bersombong hati. Semar sang pemasung waktu dan penancap batas-batas belenggu manusia di bumi ini telah banyak mengajariku."

Pemuda itu terlihat manis dan ketampananya meluruhkan sinar matahari, bukan hanya itu, daun-daunpun jatuh cinta dibuatnya. Dia anak Arjuna yang terkenal cerdas dan pandai dalam setiap langkahnya. Cucu dari Brahma sipenguasa api, maka sang apipun tunduk padanya, tak mampu membunuh dan bahkan menjadi senjata baginya.

Namun kali ini dia sedang dirundung asmara, hatinya digoda oleh panah asmara yang telah dilepaskan oleh Dewi Ratih lewat seorang gadis yang berwajah sahaja, namun hatinya tulus dan penuh dengan 'keluguan'. Berbeda dengan kebanyakan pria, torehan kata-kata cintanya di tulis dalam dinding-dinding alam, berbentuk bebatuan yang dilemparinya dengan lidah api ciptaanya. Semua seakan natural, indah dan abadi, dikenal sepanjang masa dan sulit dihapus oleh apapun.

Sebagaimana tulisannya yang dipasung di dinding gunung Mahendra, dinding yang berupa batu raksasa yang menjulang menembus awan, yang bersembunyi di antara ribuan batuan raksasa lainnya, disana dia buat sebuah catatan kecil tentang rasanya yang syahdu.

"Ketulusanmu telah membelengguku dan tak mau beranjak ke lain hati,,cinta abadi kudoakan untuk kita,kekal dan tak kenal ruang serta waktu."

"Seperti sinar matahari yang tak bosan memberikan sinarnya pada bumi, seperti air yang tak bosan membersihkan ragam kotoran, seperti udara yang menghasilkan oksigen."

"Bahkan lidah api ciptaankupun tak mampu membakar rasa ini supaya padam, justru semakin bergejolak, bagaikan timbunan tembaga dan besi yang dilelehkan di atas api dalam kadar tertentu, sehingga berwujud jadi air panas yang ganas, yang justru meluluhkan keperkasaanku sebagai lelaki."

"Oh Mustikawati, andai kamu tahu apa yang aku rasakan."

Tulisan itu disembunyikannya di atas tumpukan-tumpukan batu dan diatas batu tersebut di tanamnya berbagai tanaman cadas yang berduri sehingga tak satupun manusia mampu menjangkaunya, hanya kekuatan para dewa yang mampu membacanya.

Sementara di tempat lain, Mustikawati dengan cara yang lebih indah disampaikannya perasaannya lewat coretan kuku dari jari kelingkingnya, dan di goreskannya lewat embun-embun, yang mampu menyejukkan apapun.

"Andai aku bunga, hanya kamu kumbang yang pantas menghisap sariku, andai aku jalan, kusengaja jalan itu setapak dan hanya kamu yang boleh lewat, andai aku rumah, cukup satu kamar, dan hanya kamu yang boleh menghuninya. Andai aku merpati, hanya kamu sarang tempatku bertedetuh dari segala situasi."

Dua insan itu sedang mabuk cinta, dan coretan-coretan cinta sepanjang hari menghiasi tiap sekat waktu dan tempat. dimanapun dan kapanpun.

Ungkapan yang tidak pernah bisa berbohong hanyalah ungkapan kasih, ungkapan ketulusan yang mampu memecahkan keangkuhan sang tembok raksasa, siapapun orangnya, sekelas apapun drajadnya, dan setingkat apapun pencapainya, semua akan luruh hanyut dan merasa tak berdaya ketika panah-panah asmara menyelinap masuk dalam sanubarinya.

Entah sejak kapan, Wisanggeni dan Mustikawatipun tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Dan entah sampai kapan mereka bisa bersatu juga belum bisa mereka ungkap. Bahkan sampai tulisan ini jadipun, mereka berdua masih bisu belum menjawab pertanyaan sang juru warta.

*BERSAMBUNG*

Ilustrasi gambar di ambil dari mbah google.com dengan kata kunci "Wisanggeni jatuh cinta"

Rabu, 01 Maret 2017

Semar Kembar 4

jujum
Semar Kembar 4 - Mencoba membuat sebuah rangkaian cerita untuk pertunjukan wayang semalam. Cerita ini diilhami dari realitas kehidupan yang banyak mengatakan bahwa dirinya adalah Semar. Era Crowdid ini memang banyak sekali Semar-semar bermunculan. Lalu dimana dan siapa semar yang asli?

Cupu Manik Astagina

jujum
Cupu Manik Astagina - Hanyalah matahari membagi kasih dengan sinarnya. Hanyalah matahari selalu setia menemani bumi, berjalan dari timur menuju ke barat, dengan hitungan yang pasti, dan manusia masih gagap mencari koordinat dan hitungannya. Semua berlalu, semua membisu, semua terdiam, dan seakan semua melupa.

Selasa, 28 Februari 2017

Dewi Gangga

jujum
Dewi Gangga - Dewi Gangga adalah seorang Dewi penguasa  air. Gelarnya ini didapatkanya dari jerih payahnya meneliti air dengan segala bentuk, peran, dan kadarnya. Gangga hafal betul karakter air, cara kerja air, kadar air, molekul-molekul air, dan mengubahnya menjadi aneka ramuan, aneka bentuk-bentuk baru demi kepentinganya sendiri.

Senin, 27 Februari 2017

Batari Durga

jujum
Batari Durga - “Namaku Durga.” Kata gadis itu sambil menatap sebuah layar kaca yang terbuat dari air. Yah gadis itu bernama Durga, seperti Gangga, dia juga manifestasi dari air. Perbedaanya adalah Durga tercipta dari air pegunungan, sedangkan Gangga adalah dari inti-inti air diangkasa.

Jumat, 24 Februari 2017

Setyawati

jujum
Setyawati - “Tiap waktu senyumu menghiasi anganku.” Sentanu berbisik di daun telinga Setyawati yang sedang tidur di dadanya. Paras wajah cantik, dengan tubuh mungil, sintal dan otot terasa berisi, menggambarkan kalau dia bukan sekedar cewek biasa.

Kamis, 23 Februari 2017

Gandrung Wuyung

jujum
Lakon ini mencoba menafsir ulang cerita babad wanamarta dengan menggunakan kacamata dari sisi Arimbi. Dalam kisah ini Arimbi adalah seorang penghuni hutan yang sudah atul dengan kehidupannya. Tiap harinya bersama binatang-binang, pohon-pohon, sehingga harinya tidak kesepian. Tiba-tiba ada Bima yang merusak hutan, dan mengakibatkan sedikit malapetaka di hutan Amarta.

Coprights @ 2017, Designed By Djoem Art