Bisa berlangganan dengan RSS

Masukkan Email

Jumat, 24 Februari 2017

Setyawati

jujum
Setyawati - “Tiap waktu senyumu menghiasi anganku.” Sentanu berbisik di daun telinga Setyawati yang sedang tidur di dadanya. Paras wajah cantik, dengan tubuh mungil, sintal dan otot terasa berisi, menggambarkan kalau dia bukan sekedar cewek biasa. Meskipun bibirnya tipis, hidung mancung, ada lesung pipit di pipinya, dan pandangan matanya seperti bola ping pong, menggoda setiap lelaki yang menatapnya.
“hehehehe……Ternyata Sang Raja pintar juga merayu ya?.” Ketawa yang semakin menarik rasa Sentanu, serasa ingin memiliki wanita yang sekarang sudah ada dipangkuannya. Tangan Sentanu mulai nakal, namun....
“Eit,,,sabar Tuanku Raja. Semua untuk sang Raja, suatu saat nanti.” Dengan gesit Setyawati menghindar. Gadis itu memang lincah, dia menyentuh perasaan kasih siapapun yang memandang keindahan tubuh dan wajahnya, dia juga seorang gadis yang tidak kenal menyerah. Pandangan matanya yang tajam menyiratkan kalau dia cewek yang penuh dengan ambisi.
“Aku hanya nelayan biasa Sang Raja. Apa tidak malu, Raja Sentanu menyunting anak nelayan, yang sudah tidak punya ayah dan ibu. Sementara, aku hanya tinggal sendiri di pinggir sungai bersama dengan nelayan-nelayan lainnya. Bau badankupun tak sewangi dengan cewek-cewek di kota raja.” Kata Setyawati sambil berdiri menatap gerakan air disekitar sampan yang dinaikinya bersama sang Raja. Matanya menatap tajam ke permukaan air, seakan mampu menembus beningnya air sungai dan menelanjangi segala yang ada di air sungai.
“Cinta tak memandang sisi sosial Setyawati.” Jawab Sentanu, sambil berdiri dan memeluk Setyawati dari belakang.
“Siapa bilang begitu Tuanku Raja. Bukankah, cinta itu ras, cinta itu pangkat, derajat dan harus sebanding, bahkan seagama, saling kaya dan saling bla-bla lainnya?” Sekali lagi Setyawati menghindari pelukan itu. Dia sudah tahu kalau Sentanu sudah dibakar api asmara, biduk panah cinta sudah menusuk hati Sentanu.
“Ahh,,kenapa harus ada kaya, ada miskin, ada yang sakti, ada yang lemah, ada yang berkuasa dan ada yang dikuasai? Kenapa pula harus ada Cinta, dan cinta dinobatkan atas rasa, jika ternyata tolok ukur cinta bukanlah rasa, harus ada bobot, bebet dan bebed?” Setyawati melanjutkan ocehannya.
“Satyawati, tak selamanya demikian. Dan hal itu tak terdapat dalam kamus cintaku.”
“Hihihi, kenapa harus ada yang cantik, ada yang jelek. Ada yang pandai bersolek dan dan kurang mampu beli perhiasan dan alat rias?”
“Kecantikan yang almi susah dicari Setyawati, biarlah aku seorang yang memilikimu.”
“Tuan Raja egois.”
“Maksudmu bagaimana?”
“Tuanku adalah raja, punya kekuasaan, dan punya rakyat. Tentu saja disayangi dan dicintai oleh rakyatnya. Dan, tidak mungkin cinta tuan raja hanya untuk Setyawati seorang.”
“Kebanggaan seorang wanita ketika dia dipersunting seorang raja.”
“Namun tidak bagi Setyawati tuanku Raja. Bagi saya cinta itu adalah keadilan.”
Diam sesat, ketika ada seekor ikan sebesar tubuh manusia meloncat di atas sampan. Dengan tangkas Setyawati mengambil jangkar ikan dan mengayunkannya. Jangkar terlepas menusuk kepala ikan raksasa, seketika berenang dengan cepat, tali jangkar dipegang erat oleh Setyawati, sampanpun terombang-ambing dan lajunya makin cepat diseret oleh ikan raksasa. Tangan Setyawati kuat memegang tali jangkar.
“Setyawati, lepaskan saja ikan itu, ini bahaya, sampan bisa tenggelam.”
“Tenang saja tuan raja, aku bisa mengatasi hal ini.”
Semakin merasa kesakitan, ikan raksasapun semakin panik dan berusaha lepas. Laju sampan bertambah kecepatanya, sementara di depan ada sebuah karang ditengah sungai, laju sampan lurus selaras dengan karang tersebut. Sentanu hendak membantu Setyawati, namun ditolak. Laju sampan makin mendekat kekarang, tangan Setyawati juga sudah berlumuran darah, telapak tangannya tergesek tali jangkar yang ditarik oleh ikan raksasa. Mata Setyawati menatap karang tersebut dan melihat arah larinya ikan.
“Setyawati, di depan ada karang, sampan ini bisa hancur kalau menabrak batu karang itu.”
“Tuan Raja, ikan itu larinya ke sisi kiri batu karang, usahakan laju sampan bisa lurus ke sisi kanan batu karang.”
“Tapi itu semakin berbahaya.”
“Lebih berbahaya kalau kita hanya mengikuti arah ikan itu.”

Sentanu mengambil anak panah, melepaskanya ke dinding karang di tepi sungai sebelah kanan. Panah tertancap, tali yang diutaskan di panah tadi dipegang erat dan di tarik sekuat tenaga. Dan sampan itupun berhasil melaju ke sisi kanan batu karang, dengan cepat Setyawati meloncat ke batu karang dan melilitkan tali jangkarnya. Ikan raksasa kehabisa tenaga. Setyawati meloncat kegirangan. Sentanu tertegun tak bergeming melihat ketangkasan Setyawati.

Foto diambil dengan kata kunci "setyawati wayang" dari Google

jujum / Author & Editor

Menulis membuat saya lebih dekat dengan dongeng-dongeng, cerita-cerita, panggung-panggung wayang itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2017, Designed By Djoem Art