Setyawati - “Tiap waktu
senyumu menghiasi anganku.” Sentanu berbisik di daun telinga Setyawati yang
sedang tidur di dadanya. Paras wajah cantik, dengan tubuh mungil, sintal dan
otot terasa berisi, menggambarkan kalau dia bukan sekedar cewek biasa. Meskipun
bibirnya tipis, hidung mancung, ada lesung pipit di pipinya, dan pandangan
matanya seperti bola ping pong, menggoda setiap lelaki yang menatapnya.
“hehehehe……Ternyata
Sang Raja pintar juga merayu ya?.” Ketawa yang semakin menarik rasa Sentanu,
serasa ingin memiliki wanita yang sekarang sudah ada dipangkuannya. Tangan
Sentanu mulai nakal, namun....
“Eit,,,sabar
Tuanku Raja. Semua untuk sang Raja, suatu saat nanti.” Dengan gesit Setyawati
menghindar. Gadis itu memang lincah, dia menyentuh perasaan kasih siapapun yang
memandang keindahan tubuh dan wajahnya, dia juga seorang gadis yang tidak kenal
menyerah. Pandangan matanya yang tajam menyiratkan kalau dia cewek yang penuh
dengan ambisi.
“Aku hanya
nelayan biasa Sang Raja. Apa tidak malu, Raja Sentanu menyunting anak nelayan,
yang sudah tidak punya ayah dan ibu. Sementara, aku hanya tinggal sendiri di
pinggir sungai bersama dengan nelayan-nelayan lainnya. Bau badankupun tak
sewangi dengan cewek-cewek di kota raja.” Kata Setyawati sambil berdiri menatap
gerakan air disekitar sampan yang dinaikinya bersama sang Raja. Matanya menatap
tajam ke permukaan air, seakan mampu menembus beningnya air sungai dan
menelanjangi segala yang ada di air sungai.
“Cinta tak
memandang sisi sosial Setyawati.” Jawab Sentanu, sambil berdiri dan memeluk Setyawati
dari belakang.
“Siapa
bilang begitu Tuanku Raja. Bukankah, cinta itu ras, cinta itu pangkat, derajat
dan harus sebanding, bahkan seagama, saling kaya dan saling bla-bla lainnya?”
Sekali lagi Setyawati menghindari pelukan itu. Dia sudah tahu kalau Sentanu
sudah dibakar api asmara, biduk panah cinta sudah menusuk hati Sentanu.
“Ahh,,kenapa
harus ada kaya, ada miskin, ada yang sakti, ada yang lemah, ada yang berkuasa
dan ada yang dikuasai? Kenapa pula harus ada Cinta, dan cinta dinobatkan atas
rasa, jika ternyata tolok ukur cinta bukanlah rasa, harus ada bobot, bebet dan
bebed?” Setyawati melanjutkan ocehannya.
“Satyawati,
tak selamanya demikian. Dan hal itu tak terdapat dalam kamus cintaku.”
“Hihihi,
kenapa harus ada yang cantik, ada yang jelek. Ada yang pandai bersolek dan dan
kurang mampu beli perhiasan dan alat rias?”
“Kecantikan
yang almi susah dicari Setyawati, biarlah aku seorang yang memilikimu.”
“Tuan Raja
egois.”
“Maksudmu
bagaimana?”
“Tuanku
adalah raja, punya kekuasaan, dan punya rakyat. Tentu saja disayangi dan
dicintai oleh rakyatnya. Dan, tidak mungkin cinta tuan raja hanya untuk
Setyawati seorang.”
“Kebanggaan
seorang wanita ketika dia dipersunting seorang raja.”
“Namun
tidak bagi Setyawati tuanku Raja. Bagi saya cinta itu adalah keadilan.”
Diam sesat,
ketika ada seekor ikan sebesar tubuh manusia meloncat di atas sampan. Dengan
tangkas Setyawati mengambil jangkar ikan dan mengayunkannya. Jangkar terlepas menusuk
kepala ikan raksasa, seketika berenang dengan cepat, tali jangkar dipegang erat
oleh Setyawati, sampanpun terombang-ambing dan lajunya makin cepat diseret oleh
ikan raksasa. Tangan Setyawati kuat memegang tali jangkar.
“Setyawati,
lepaskan saja ikan itu, ini bahaya, sampan bisa tenggelam.”
“Tenang
saja tuan raja, aku bisa mengatasi hal ini.”
Semakin
merasa kesakitan, ikan raksasapun semakin panik dan berusaha lepas. Laju sampan
bertambah kecepatanya, sementara di depan ada sebuah karang ditengah sungai, laju
sampan lurus selaras dengan karang tersebut. Sentanu hendak membantu Setyawati,
namun ditolak. Laju sampan makin mendekat kekarang, tangan Setyawati juga sudah
berlumuran darah, telapak tangannya tergesek tali jangkar yang ditarik oleh
ikan raksasa. Mata Setyawati menatap karang tersebut dan melihat arah larinya
ikan.
“Setyawati,
di depan ada karang, sampan ini bisa hancur kalau menabrak batu karang itu.”
“Tuan Raja,
ikan itu larinya ke sisi kiri batu karang, usahakan laju sampan bisa lurus ke
sisi kanan batu karang.”
“Tapi itu
semakin berbahaya.”
“Lebih
berbahaya kalau kita hanya mengikuti arah ikan itu.”
Sentanu mengambil anak panah, melepaskanya ke dinding karang di tepi sungai sebelah kanan. Panah tertancap, tali yang diutaskan di panah tadi dipegang erat dan di tarik sekuat tenaga. Dan sampan itupun berhasil melaju ke sisi kanan batu karang, dengan cepat Setyawati meloncat ke batu karang dan melilitkan tali jangkarnya. Ikan raksasa kehabisa tenaga. Setyawati meloncat kegirangan. Sentanu tertegun tak bergeming melihat ketangkasan Setyawati.
Foto diambil dengan kata kunci "setyawati wayang" dari Google
0 komentar:
Posting Komentar